• Beranda
  • Artikel
  • UPAYA HUKUM DALAM MELINDUNGI KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA
UPAYA HUKUM DALAM MELINDUNGI KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA

UPAYA HUKUM DALAM MELINDUNGI KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA

UPAYA HUKUM DALAM MELINDUNGI KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA

Riska Anggita Nawangsih

(Mahasiswa Prodi Psikologi FISHUM UNIMUDA Sorong)

Di era globalisasi saat ini, perkembangan serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin pesat, seiring dengan perkembangan modus kejahatannya. Salah satu kejahatan pada era globalisasi saat ini yaitu kejahatan perdagangan manusia terhadap anak perempuan. Kejahatan tidak memandang siapapun yang akan menjadi korban atau target dari tindak pidana tersebut.

Kejahatan merupakan perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok terhadap nilai-nilai dan norma dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat. Ada beberapa tindak kejahatan yang sering terjadi di masyarakat, diantaranya: kejahatan politik, kejahatan terorganisir, kejahatan kekerasan terhadap orang, kejahatan yang dilakukan sebagai profesi, kejahatan karena jabatan, dan sebagainya. Salah satu bentuk dari kejahatan terorganisir yaitu kejahatan terhadap hak asasi manusia, seperti tindak perdagangan manusia yang saat ini sering terjadi di kehidupan masyarakat. Apalagi, maraknya perdagangan anak perempuan ini sering terjadi selama pandemic covid-19.

Masih teringat jelas terkait berita yang ada dimedia sosial, dimana anak-anak yang berusia 14-18 tahun yang tereksploitasi seksual di Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan informasi lanjutan, anak-anak tersebut dipaksa mengonsumsi pil khusus guna menghambat menstruasi pada saat akan dilakukannya perdagangan tersebut. Anak-anak yang menjadi korban perdagangan manusia ini, akan dijual pada pria dengan kisaran tarif Rp750.000 hingga Rp1.500.000 juta dan harus memenuhi target tersebut. Hal ini menjadi ancaman besar bagi negara dan bangsa di dunia termasuk Indonesia.

Memberikan perlindungan merupakan tindakan yang dapat dilakukan guna menciptakan suasana yang bahwasanya, setiap anak berhak melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak dengan cara yang wajar baik secara mental, fisik, dan sosial anak. Hal ini juga selaras dengan amanat Konstitusi Republik Indonesia yang telah tercantum pada pasal 28 b ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Dapat dilihat juga, perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban perdagangan anak (child trafficking) pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa anak korban perdagangan anak mendapat perlindungan khusus yang wajib diberikan oleh Negara, Pemerintah Daerah, serta Lembaga-lembaga negara berwenang. Disinggung juga dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Menjerumuskan anak dan perempuan untuk dijadikan korban eksploitasi adalah hal yang mudah dan hanya membutuhkan waktu yang singkat, namun untuk memulihkan mereka dari situasi tersebut membutuhkan waktu yang lama terutama bagi mereka yang trauma. Korban diperlakukan seperti barang yang dapat diperjual belikan dan dipindahkan agar dijadikan sebagai objek komoditi yang hanya menguntungkan bagi pelaku. Dengan adanya perlindungan hukum terhadap korban, hal ini dapat dijadikan upaya untuk melindungi perempuan dan anak dari kasus perdagangan orang yang marak terjadi saat ini.