• Beranda
  • Artikel
  • Interaksi Keluarga pada Remaja Penderita Skizofrenia
Interaksi Keluarga pada Remaja Penderita Skizofrenia

Interaksi Keluarga pada Remaja Penderita Skizofrenia

Interaksi Keluarga pada Remaja Penderita Skizofrenia

Oleh:

Sonia Yuliers Pia 

(Prodi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong)

 

Keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan terpenting bagi seorang anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, keluarga mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian seseorang sejak kecil sampai dewasa. keluarga memberikan dasar yang sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian anak, melalui pemberian contoh dan pembelajaran yang terus menerus, ataupun melalui pola interaksi dengan anggota keluarga lainnya.

Oleh karena itu, segala bentuk komunikasi, karakteristik orang tua, dan situasi di dalam keluarga akan sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seluruh anggota keluarga. Selanjutnya, dari lingkungan keluarga inilah anak dipersiapkan untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain dan berbagai kelompok sosial di lingkungan masyarakatnya, sehingga keluarga juga berfungsi sebagai lembaga penyeleksi segenap budaya dari luar dan sebagai mediasi hubungan anak dengan lingkungannya. Pola hubungan dan pendekatan orang tua dalam pengasuhan anak, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan setempat.

Cameron (dalam Gabbard, 1994, h. 164) menyatakan bahwa Skizofrenia adalah serangkaian reaksi Skizofrenik, yang bersifat regresif sebagai usaha untuk menghindarkan diri dari berbagai tegangan dan kecemasan, dengan cara meninggalkan relasi objek interpersonalnya secara nyata dan semakin menunjukkan munculnya delusi dan halusinasi.

Halgin dan Withbourne (1997, h. 256) menyatakan bahwa Skizofrenia adalah gangguan dengan simtom yang bervariasi, termasuk gangguan dalam proses berpikir, isi, dan bentuk pemikiran, persepsi, gangguan afek, motivasi, kesadaran diri, gangguan dalam tingkah laku, dan hubungan dengan orang lain.

Sedangkan menurut DSM IV TR (APA, 2000, h. 298) Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif simtom (atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya simtom negatif.

Peningkatan jumlah kasus skizofrenia pada remaja mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Oleh karena itu, dengan kesiapan diri untuk mengikuti perubahan budaya atau pola kebiasaan tersebut, dimungkinkan dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi dan disorientasi diri. Pada akhirnya, masyarakat secara tidak sadar akan mengalami perubahan dalam cara berpikir, bersikap, dan berperilaku nyata.

serangkaian perubahan tersebut akan berdampak langsung pada pola interaksi yang tidak sehat, khususnya di dalam keluarga. Pola interaksi keluarga yang cenderung tidak sehat, dimungkinkan akan menyebabkan perkembangan kepribadian anak menjadi terganggu, kurang optimal, dan cenderung rapuh. Kepribadian anak yang rapuh, apabila terlalu banyak mendapatkan tekanan dari lingkungan, akan menjadi rentan terkena gangguan jiwa dari yang bersifat ringan sampai berat. 

Setiap anggota keluarga memiliki perbedaan kebiasaan perilaku, sehingga masing-masing anggota keluarga akan mengalami perbedaan dalam memaknai setiap peristiwa yang terjadi pada keluarga tersebut. seseorang terhadap sebuah situasi ditentukan oleh bagaimana dirinya merasakan lingkungannya dan bagaimana tindakan yang akan dilakukannya. Teori interaksi simbolis dapat diterapkan dalam proses pendidikan kehidupan keluarga, seperti membangun harapan yang lebih realistis bagi setiap anggota keluarga dan meningkatkan ketrampilan dalam hidup, sehingga kehidupan keluarga menjadi lebih sehat dan stabil. Setiap anggota keluarga memiliki peran dan kedudukannya masing-masing. Kepuasan dalam berhubungan dengan anggota keluarga yang lain, berhubungan positif dengan kualitas peran yang dapat dilakukan oleh setiap anggota keluarga.

Keluarga sebagai sebuah kelompok kecil selalu berkembang berdasarkan pola interaksi yang terjalin di antara anggota keluarga tersebut. Keluarga dapat berkembang karena setiap anggota keluarga secara terus menerus mempelajari norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakatnya, sehingga keadaan keluarga akan selalu berubah dari waktu ke waktu. Setiap anggota keluarga bebas untuk memerankan dan mengkomunikasikan peran yang sedang disandang olehnya kepada anggota keluarga yang lain. Peran yang disandang, dilaksanakan dalam konteks hubungan interaksi dengan anggota keluarga yang lain dengan sistem aturan yang terorganisasi.

Keluarga adalah sebuah sistem sosial, sehingga setiap anggota keluarga terhubung satu dengan yang lain. Apabila terjadi perubahan pada seorang anggota keluarga, maka anggota keluarga yang lain juga terkena dampaknya. Perubahan yang terjadi pada sebuah sistem keluarga dipengaruhi oleh keadaan di lingkungan internalnya. Keluarga memerlukan keadaan yang selalu seimbang (homeostatis) dalam menjalankan kehidupannya. Keseimbangan sistem keluarga dapat tercapai apabila masing-masing anggota keluarga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan baik apabila hubungan antaranggota keluarga terjalin kuat dan hangat sehingga. Pada akhirnya tujuan dari system keluarga dapat trecapai.

Hubungan antara orang tua dan anak dicirikan oleh adanya rasa saling tergantung dan menguntungkan, karena di dalam hubungan tersebut terdapat berbagai kebutuhan dan harapan. Anak tergantung pada orang tua karena adanya kebutuhan untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan. Orang tua juga tergantung pada anaknya untuk memenuhi kebutuhan meneruskan keturunan, mencurahkan kasih sayang, dan memberikan kepuasan kepada anak.

Rusaknya struktur dan sistem di dalam sebuah keluarga dapat disebabkan oleh konflik interaksi antaranggota keluarga. Konflik didefinisikan sebagai ketidaksetujuan dan ketidaksesuaian keinginan atau pemikiran antaranggota keluarga, sehingga menimbulkan pertentangan yang nyata di lingkungan keluarga . Konflik interaksi keluarga melibatkan seluruh individu yang ada di lingkungan keluarga tersebut, seperti konflik antarorang tua, konflik antara orang tua dengan anak, dan konflik antarsaudara kandung.

Proses kerja sama antara orang tua dan anak dapat terjalin apabila terdapat kesamaan tujuan dan terjadi penerimaan di kedua pihak. Pada proses kerja sama ini, anak harus bersedia mendengarkan dan melaksanakan perintah dari orang tuanya. Anak harus berusaha untuk memenuhi harapan orang tua. Selain itu, orang tua juga harus mampu menunjukkan perilaku yang kooperatif dengan tetap memperhatikan dan menerima saran dari anak. Karena keharmonisan hubungan orang tua akan berpengaruh pada keadaan mental dan perilaku remaja. Keharmonisan hubungan orang tua, akan menciptakan kemesraan dalam keluarga, sehingga menimbulkan rasa aman bagi remaja untuk dapat berkembang dengan wajar dan menerima pengalaman-pengalaman sosialnya, sehingga dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik. Lingkungan keluarga yang dibutuhkan remaja adalah lingkungan yang dapat memberikan rasa aman dan terlindung oleh orang tua sebagai salah satu syarat bagi kelancaran proses perkembangannya.

Artikel Populer