Pengaruh Kecerdasan Emosi pada Love Of Learning Mahasiswa di Masa Pandemi
Pengaruh Kecerdasan Emosi pada Love Of Learning Mahasiswa di Masa Pandemi
Sonia Yuliers Pia
(Mahasiswa Program Studi Psikologi FISHUM UNIMUDA Sorong)
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak krusial terhadap pembelajaran pada seluruh jenjang pendidikan termasuk perguruan tinggi. Perguruan tinggi memberlakukan pembelajaran jarak jauh dalam upaya tetap menjaga kualitas pendidikannya. Pembelajaran jarak jauh ini merupakan pembelajaran yang menggunakan sarana atau media, terutama berbasis internet, yang memungkinkan adanya interaksi antara pengajar dan pembelajar (Prawiyogi et al., 2020).
Pembelajaran jarak jauh di perguruan tinggi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko dari penularan COVID-19. Pembelajaran dilakukan tanpa harus bertemu secara langsung namun dapat tetap berinteraksi dan mengoptimalkan online platfrom. Pembelajaran jarak jauh dapat mereduksi penularan COVID-19 karena tidak mengharuskan orang bertemu tatap muka antara pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan (Suryono, 2020).
Namun, pembelajaran jarak jauh dapat menimbulkan dampak negatif pada mahasiswa seperti ketidaksiapan sarana dalam mengikuti pembelajaran online, merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran yang monoton, sulit memahami materi, merasa kurang mampu mengatur waktu, kurang mampu mengatur diri dalam belajar, dan merasa cemas (Suhadianto et al., 2020). Jika tidak dapat ditangani dengan baik, semua dampak tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan risiko adanya penundaan dalam penyelesaian tugas dan love of learning pada mahasiswa menjadi menurun. Menurut Argaheni (2020), pembelajaran online berdampak pada mahasiswa, yaitu menimbulkan kebingungan, menjadi pasif, malas belajar, kurang kreatif dan kurang produktif, terjadi penumpukan informasi atau konsep, dan mengalami stres.
Dampak diberlakukannya pembelajaran jarak jauh sebagai respon terhadap pandemic COVID-19 ini juga dirasakan oleh mahasiswa. Dampak ini menjadi krusial pada mahasiswa dalam proses mengerjakan tugas-tugas kuliah yang membuat tingkat love of learning pada mahasiswa menjadi lemah akibat kurang kondusifnya lingkungan pembelajaran.
Love of learning adalah kekuatan karakter yang ada pada diri individu. Love of learning menjadikan mahasiswa memiliki motivasi dan perasaan positif dalam memahami dan mengembangkan pengetahuan yang baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi love of learning yaitu motivasi, minat, cinta belajar, dan pengajar.
Pentingnya menanamkan love of learning kepada mahasiswa dalam perkuliahan dimasa pandemi COVID-19. Tertanamnya love of learning pada mahasiswa dapat meningkatkan kemungkinan mahasiswa memiliki motivasi belajar, berprestasi dan mampu membuat keputusan dalam hidupnya. Kecintaan terhadap belajar (love of learning) dipengaruhi oleh “motivasi untuk belajar, pemikiran dan perasaan positif ketika belajar, mendapat dukungan dari lingkungan disekitarnya, percaya diri, mampu membuat keputusan, serta memiliki komitmen yang kuat dalam proses belajarnya.
Berhubungan dengan love of learning, kecerdasan emosional dapat membantu mahasiswa dalam memotivasi diri sendiri di mana seseorang mempunyai kesadaran diri dalam mengelola emosi. Kondisi kecerdasan emosional mahasiswa perlu diambil kira oleh pengajar di mana seseorang belajar dengan penuh konsentrasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh kepada mahasiswa dalam proses pembelajaran dan diperkirakan akan berdampak positif dalam mengembangkan love of learning pada mahasiswa.
Kecerdasan emosional pertama kali didefinisikan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990, dan menjadi popular pada tahun 1995, setelah Daniel Goleman menerbitkan buku yang berjudul “Emotional Intelligence” (Schutte, dkk., 1997). Kecerdasan emosional didefinisikan oleh Salovey dan Mayer (1990), sebagai bagian dari kecerdasan sosial (social intelligence), yang meliputi kemampuan untuk mengamati perasaan dan emosi diri sendiri serta orang lain, untuk membedakan diantara keduanya dan untuk menggunakan informasi ini sebagai panduan dalam berpikir serta bertindak.
Teori kecerdasan emosional yang disusun oleh Salovey dan Mayer (1990) terdiri dari penilaian emosi diri sendiri dan orang lain, pengungkapan emosi, pengaturan emosi pada diri sendiri dan orang lain, dan pemanfaatan emosi dalam menyelesaikan masalah. Teori ini sendiri menggambarkan kecerdasan emosional sebagai kemampuan dan kecenderungan. Konsep kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman serta Mayer dan Salovey, dinyatakan sebagai kompetensi kunci dalam membentuk dan mengelola iklim pelayanan yang tepat. Selain itu, kecerdasan emosional juga disebut-sebut dapat mengurangi permasalahan terkait emosi pada hubungan interpersonal.
Pada dasarnya love of learning mahasiswa merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat love learning yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam perkuliahan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat love of learning yang dirasakan dan sebaliknya.
Love of learning merujuk pada sikap umum individu terhadap perkuliahannya. Seseorang dengan love of learning yang tinggi biasanya memiliki sikap yang positif terhadap perkuliahannya. Sementara individu yang tidak puas dengan pekerjaannya memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Love of learning pada mahasiswa di masa pandemi saat ini menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena terbukti besar manfaatnya bagi mahasiswa.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif kecerdasan emosional terhadap love of learning pada mahasiswa saat pandemi COVID-19. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa maka semakin tinggi pula tingkat motivasi belajar mahasiswa di masa pandemi COVID-19.